MAAF, KITA BUKAN MAHRAM!!!!!
“Aduh gimana nich????”, bisik seorang remaja yang sering
di panggil Doni di telinga sahabat dekatnya. “Biasa aja donk!!! Jangan nerveous
kayak gitu?!!”, sahut Ridho yang menjadi sahabat karib Doni.
Mereka bangkit dari
tempat duduknya dan segera menuju ke perpustakaan untuk menjalankan misinya. Di
sepanjang jalan Doni selalu bertanya-tanya dalam hatinya ‘Apa aku berani melakukannya?? Dia kan tidak sama dengan cewek yang lain?? Dia
itu seorang bidadari yang turun dari kayangan dengan senyum serta selendang
merah di tangannya*wuah LEBAY..”GUBRAK”!!!*’. Tiba-tiba saat sedang asyik
melamun Ridho menepuk pundak Doni yang akhirnya membuatnya terkejut dan tanpa
sadar Doni berkata……….
”ehh ada sayangku?!”
“wuah dah nggak sabar ya???? Jsampai kepikiran gitu?????” goda Ridho.
“Apaan lagi. Aku Cuma ngafalin drama ya?!”, kata Doni untuk menyangga
ucapan Ridho.
“Ya sudah, latihan terus ya?! Biar sukses nanti?! HeheheheheheheheJJJ”, kata Ridho yang terus menyindir Doni.
Setelah sampai di
perpustakaan Ridho terus mendorong-dorong tubuh Doni agar mendekat pada seorang
gadis. Semua ini telah Ridho siapkan untuk membantu sahabat karibnya itu. Meski
Doni masih malu pada gadis yang sering di panggil Dinda itu, tetapi Ridho tetap
memaksanya.
“Berhenti!!!!!”, kata Doni yang berusaha menghentikan dorongan
Ridho.
“What happen???? Aku sudah menyuruhnya menunggu di sudut itu”, kata
Ridho sambil menunjuk salah satu sudut di ruang itu dimana banyak buku-buku
tentang sejarah Indonesia
tertumpuk dengan rapi di raknya.
“Aku sudah memutuskannya…..?!”
“Memutuskan apa??”
“ Ya memutuskan bahwa aku tidak akan menyatakan cintaku pada Dinda.
Aku mau memikirkan sekolahku dulu, lagian bentar lagi kita ujian. Jadi aku mau
membuktikan padanya kalau aku bisa jadi yang terbaik untuknya dengan berusaha
sungguh-sungguh untuk meraih cita-citaku.” Jelas Doni sok.
“Halah, cemen loe!! Kayak gitu aja di pikirin. Kamu itu sudah 3
tahun menjomblo dan aku cuma mau bantuin kamu. Kesempatan itu nggak dating dua
kali lho!!!” jawab Ridho.
“Terserah kamu mau anggap aku cemen atau apalah?! Aku nggak peduli,
lagian aku mau konsen dengan sekolah”
“Ya udah, aku cuma ngingetin kamu sebagai seorang sahabat.”
“Ok!! Makasih. Aku mau pergi ke taman saja?!”. Doni pun meninggalkan
Ridho sendirian.
Ridho yang di tinggal Doni pun tampak kebingungan gimana cara
menjelaskan kejadian ini pada Dinda yang sudah di suruh menunggu di pojok
perpustakaan itu sendirian.
Dengan rasa
bersalah Ridho menghampiri Dinda yang terlihat sedang membaca sebuah buku
dengan sampul kusan dan tua itu.
“hai, Din.kamu sudah menunggu lama ya??”, sapa Ridho dengan jantung
yang berdebar-debar karena rasa bersalah.
“ya lumayanlah. Ngomong-ngomong aku di suruh kesini buat apa
sich??”, jawab Dinda.
“aku cuma mau ngobrol saja sama kamu. Tapi aku jadi nggak mood
nich?! Kita cari tempat lain saja ya??”, kata Ridho mencari alasan.
Sambil mengangguk terlihat senyuman kecil di bibir Dinda. Kami pun
pergi meninggalkan tempat itu dan menuju ke taman sekolah saja, dimana Doni
berada. Sampai di sana
terlihat Doni yang sedang duduk sendirian sambil melamun.
“DDOORRRR???!!!! Nglamun saja kerjaanmu”, kejailan Ridho muncul
lagi.
“ biasa. Nglamunin………”, perkataan Doni tidak di teruskan karena
melihat sosok bidadarinya sedang berdiri di samping Ridho.
“kamu itu ngliatin Dinda sampai segitunya dueh. Kenapa? Naksir ya?”,
kata Ridho menggoda.
Karena terkejut Doni lang sung menggelengkan kepala, membersihkan
tangan dan berdiri di hadapan Dinda, lalu mengulurkan tangan kanannya bermaksud
untuk berkenalan dan menjadi temannya.
“Doni”, katanya.
“Dinda”, jawab Dinda dengan tidak menjabat tangan Doni tapi hanya
menitukkan kedua tangannya di depan dada.
Dengan rasa sedikit malu Doni pun menarik tangannya dan menggaruk
kepalanya(mungkin punya ketombe. Hehehehehehe).
‘kenapa dia tidak mau
menjabat tanganku ya?’ kata Doni dalam hati, tetapi
Doni tidak mempermasalahkannya karena dia sudah puas karena dia sudah mau
menjadi temannya.
Setelah hari itu,
Doni dan Dinda menjadi seorang sahabat dan sejak saat itu Doni mengetahui
banyak hal tentang Dinda. Doni juga mengetahui bahwa Dinda tidak mau pacaran,
bahkan pegangan tangan sama cowok saja nggak mau. Doni adalah seorang cowok
yang pantang menyerah dan ia tetap mau mencoba mengutarakan perasannya pada
Dinda.
Siang itu ketika
pulang sekolah, Doni mencegat Dinda dan teman-temannya. Dia tetap nekat ingin
mengutarakan perasaannya. Doni pun menyuruh Dinda untuk datang ke rumah makan
dekat gang rumah Dinda nanti sore dan ia menyetujuinya. Saat waktu itu tiba
ternyata Doni sudah ada di rumah makan itu sejak 2 jam yang lalu. Ia terus
memandangi pintu dan melihat bidadarinya masuk melewati pintu itu. Setelah
Dinda duduk dan memesan makanan untuk kami berdua Doni langsung mengungkapkan
perasaannya.
“Dinda aku sayang kamu. Sebelum kita menjadi seorang sahabat aku
sudah suka sama kamu, hanya saja aku memendam perasaan itu karena aku ingin mengetahui
banyak hal tentang kamu dan rasa sayangku padamu semakin besar setiap aku
mengenalmu semakin jauh. Aku tidak sanggup lagi menahan rasa ini. Aku menerimamu
apa adanya, aku akan menerima apapun keputusanmu. Apa kamu mau menjadi pacarku,
Din?”,
Dinda yang terkejut mendengar kata-kata itu tidak sanggup
menjawabnya. Ia hanya terdiam dan suasana pun menjadi sunyi. Setelah kurang
lebih 5 menit, Dinda pun mau bicara lagi.
“Sebelumnya aku minta maaf Don. Aku tidak bermaksud menyakiti
perasaanmu tapi aku tidak mau pacaran. Pacaran itu racun bagiku, makanya sejak
dulu aku tidak mau dengan yang namanya pacaran. Jadi aku minta maaf Don, aku
tidak bisa menjadi pacarmu. Aku hanya mau pacaran kalau dia sudah menjadi
suamiku. Jadi kita temenan saja ya.”, jelas Dinda.
“ya kalau itu yang terbaik buat kita berdu ya nggak papa. Aku terima
kok”, kata Doni mencoba tegar.
Kami langsung memakan pesanan kami dan sejak saat itu Doni dan Dinda
hanya menjadi sahabat saja. Mereka berjanji akan menjaga satu sama lain dan
melupakan rasa itu.
~The
end~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar